April 2012

Jumat, 13 April 2012

Bola Oranye





Pemuda itu terduduk di pinggir lapangan basket. Kepalanya menunduk dalam. Punggungnya yang bergerak menandakan nafasnya yang terengah-engah. Keringat sebesar biji jagung menggelayuti profil wajahnya yang tampan. Dia kelelahan.

Sejurus kemudian, pemuda yang mengenakan pakaian basket itu mendengus kesal. Meninju bola berwarna oranye yang ada di hadapannya. Bola itu terpental. Bergulir hingga akhirnya menyentuh iking kaki gadis yang berdiri di tengah lapangan basket.

Gadis berseragam putih abu itu menatap nanar sejenak pada bola tersebut. Berjongkok dan meraih bola itu. ia mendesah kentara. Berjalan menghampiri pemuda pelempar bola. Pemuda yang masih tenggelam dalam lelahnya.

“Gabriel.” Seru gadis itu tertahan. Menyentuh bahu pemuda bernama Gabriel itu.

Gabriel terkesiap. Merasakan gesture hangat sebuah tangan menyapa pundaknya. Terburu ia menepis tangan itu. agak kasar, sehingga membuat si empunya tangan terhenyak.

“Pergi!” Gabriel mendesis. “Orang sepertiku tidak pantas mempuntai teman sepertimu Ify!”

Gadis berambut ikal sebahu bernama Ify itu menautkan kedua alisnya. Menatap tak percaya. Ia berdecak. Berjongkok menekuk lututnya. Ikut duduk bersila di samping Gabriel. Tangannya masih memegangi bola oranye itu.

“Kenapa kau tidak pergi meninggalkanku? Seperti yang lain? Marah? Atau…” Gabriel menggantungkan kata-katanya. Setelah mendesah putus asa, ia kembali berujar, “Kecewa?” Gabriel bertanya sarkatis.

Ify menarik ujung-ujung bibirnya ke atas. Menyimpul senyum yang sangat manis. menampilkan deretan gigi yang terhias kawat berwarna-warni. Lantas menempelkan telapaknya pada lapangan basket. Hingga beberapa detik kemudian, ia mengangkat kembali telapak tangannya. Membalikannya hingga sempurna menengadah ke langit. Menunjukan telapak tangan yang kini ditempeli debu juga bakteri-bakteri lainnya. Gabriel mengerenyit tak mengerti.

“Marah untuk apa? Kecewa karena apa?” tanya retoris dilontarkan oleh sang gadis.

Maka seketika, kelebatan peristiwa satu jam yang lalu itu muncul kembali di benak Gabriel. Pertanyaan itu seperti melemparkannya pada kejadian menyesakkan itu. Yang pada akhirnya, hanya menjejalinya dengan kecewa.

Kala itu, Gabriel bersama rekan-rekan satu tim basketnya tengah berjuang melawan tim dari sekolah lain. Matahari yang superior menyengat seluruh isi bumi berhasil membakar semangat pada masing-masing pribadi di tengah lapangan basket itu. Namun apa yang berpendar dalam hati pemuda tampan itu berbeda. Lebih dari semangat. Ah, bukankah yang berlebihan itu tidak baik? Ya, karena yang bergelung di sana adalah tetes-tetes keegoisan. Dan seiring detik yang berdetak, tetesan itu semakin menggenang. Membanjiri permukaan hati. Lalu pada akhirnya melumat habis ketulusan budi.

Dua menit terakhir menuju peluit panjang, Gabriel mendapatkan bola. Ia mendrible bola itu di tempatnya berpijak. Agak susah memang ia melewati hadangan lawan. Posisinya terjepit oleh tiga orang rivalnya. Ia bingung harus melakukan apa. Waktu yang tersedia semakin menyudutkannya. Apalagi timnya kini tertinggal satu angka. Apabila ia salah mengambil langkah, maka sudah dipastikan timnya kalah.

Teriakan rekan setimnya yang berada dalam posisi lebih menguntungkan darinya, tak diindahkan pemuda itu. Ia mengabaikan permintaan mereka untuk menyerahkan bola. Tidak. Ia adalah kapten tim. Maka ia yakin, dengan kemampuan yang dimilikinya, ia pasti bisa membawa timnya juara. Lagipula, tak ada jaminan timnya akan menang jika ia mengoper bola pada teman-temannya. Kemampuan mereka dibawahnya.

Maka akhirnya, Gabriel memutuskan melempar bola itu langsung menuju ring. Menerabas teriakan-teriakan itu. Ia mengikuti bisikan keegoisan yang kini meluber hingga ke dasar hati. Ia tidak peduli.

Dan Dewi Fortuna sama sekali tak berpihak pada kekeraskepalaan. Bola oranye itu sempat bergulir pada mulut ring. Namun sejurus kemudian, bola itu jatuh. Tanpa sempat melalui bulatan ring. Timnya kalah.

Cakrawala itu runtuh seketika. Cakrawala yang disusun oleh tiap riak keegoisan. Hatinya mencelos. Merasa tertampar dari fantasinya. Kini sesak mencekat rongga pernafasannya.

Untung saja Ify segera bersuara. Kalau tidak, mungkin tangis itu akan meleleh dari sudut mata elang sang pemuda. Karena nyatanya, setiap kali ia mengingat peristiwa itu, ia selalu berusaha sekuat tenaga menahan tangis. Menggigit bibir kuat-kuat, hingga muncul bekas.

“Kamu tidak seperti debu.” Ify meniup telapak tangannya. Debu yang sebelumnya menempel di sana, langsung berterbagna dihantar udara. Lantas menghilang entah kemana.

Gabriel mengerutkan kening. Tahu bahwa Ify tengah mengajaknya memasuki ranah analogi.

“Debu selalu kalah oleh angin. Sekecil apa pun anginnya. Ia tak pernah menjejakan dirinya lama di suatu tempat. Hembusan angin selalu berhasil membuatnya menyerah. Hingga debu hanya bisa terumbang-ambing mengikuti arah angin. Kalau pun nanti ia berhasil menyentuh tanah, ia hanya akan terinjak-injak. Atau kembali tertiup angin. Hingga nasibnya, selalu sama. Menjadi pecundang saja. Tidak lebih.” Ify mendesah. Menoleh sejenak pada Gabriel yang sedang seksama mendengarkan perkataannya. Lantas memalingkan wajahnya ke depan.

“Aku percaya, kamu seperti bola ini.” Ify menunjuk bola oranye yang ada di hadapannya. Gabriel mengikuti arah telunjuk Ify.

“Kamu tahu, seberapa keras bola itu dilempatkan, dia selalu bisa bangkit kembali. Ia tak pernah menyerah. Hebat, bukan? Ya, seperti kamu. Kamu juga hebat. Tapi, kamu juga harus tahu, sehebat apa pun bola itu, ia tetap rendah hati. Setiap kali ia dilambungkan tinggi ke udara, ia selalu kembali ke asalnya. Ia tak pernah mau berlama-lama berada di sana. Karena apa? karena kerendahan hatinya.” Ify mengambil jeda. Mendesah. “Aku yakin, kamu seperti bola itu. berendah hati dengan segala kehebatannya.”

Gabriel menatap bola oranye itu. Merasa malu. Harusnya, ia bisa mencontoh bola itu. Bukankah ia telah menghabiskan separuh dari usianya dengan berteman dan bermain bersama bola itu? Mestinya, itu bukanlah hal yang sulit. Mengingat rasa egois yang menelurkan kesombongan itu sesungguhnya bukan murni sifatnya. Ia hanya terbawa suasana. Mengikuti kobaran ambisinya.

“Kamu mau belajar sepeti bola itu?” tanya Ify.

Gabriel mengangguk. Tentu saja. Mana mungkin ia menolak. Bukankah hidup akan lebih indah apabila disertai dengan kerendahan hati. ya, sesederhana itu.

Ify tersenyum. Lantas berdiri dan berlari ke tengah lapangan. “Ayo kita main basket! Lempar bolanya!” Ify mengerjapkan kedua matanya.

Gabriel terkekeh. Meraih bola dan ikut bergabung bersama gadisnya di lapangan. Bermain basket. Menerobos hujan yang tiba-tiba turun. Maka buncahlah mereka dalam semarak dendang orchestra rintikan hujan. Berendah hati di bawah naungan tiap berkah yang dihadiahkan Tuhan.

~Selesai~

Well, ini cerpen tercepat yang pernah saya buat. Makanya maafin deh kalau ancur atau semacamnya! Thanks yang udah setia baca coretan saya. Komentarnya ditunggu di twitter @sintaSnap dan fb Sinta Banget

***
 
Bandung Barat, 10 april 2012
Sinta Nurwahidah
Salam Pisang Goreng!

Sabtu, 07 April 2012

Coretan Pisang Goreng: Saya Sedih


Pengumuman! Saya sedih woy! Ah, saya kan juga manusia. Ya walaupun saya ajaib, tetep aja masih bisa sedih.

Ini karena saya sering banget liat temen-temen saya berantem. Anak IFC sama anak Shivers. Ya, walaupun saya bukan Shivers -malahan saya Shiters-, tapi kan ada temen saya yang Shivers. Kaya Safira, Maria, Gita dan banyak deh. Sedih tau! Lilis juga suka sedih. Bisma ikutan sedih.

Are you IFC? Yes, I'm IFC!
Are you Shivers? No, i'm Shiters.

Nah, dari dua fakta diatas, kalian bisa nyimpulin saya apa, kan? Ya, saya kembarannya Lilis. *eh

Iya, saya IFC. Emang sih, saya suka Ifynya telat -,- Pas ada Idola cilik 1, saya sukanya Angel, Bang Septian, sama Bang Sion. Sama Ify biasa aja. Etapi pas ada icil duet, Ify kan duet sama Bang Septian. Semenjak itu, jadi suka kuadrat akar pangkat bagi kali tambah fungsi invers log (?) sama Ify. Ampe sekarang. Nanti dan nanti lagi. Lilis juga suka. Iya, kan Lilis pernah diajarin main piano sama Ify. Bang Septian berjasa banget pokoknya. haha

Selain karena faktor Bang Septian, ada beberapa hal lain yang buat saya suka Ify dan memutuskan jadi IFC.

-Suara. Udah pasti ya! Apalagi ditambah improvisasi.
-Dia pintar. Pasti lah. Keliatan dari mukanya. Mirip Lilis.
-Jago mainin alat musik.
-Senyumnya ikhlas. Ga dibuat-buat.
-Tatapan matanya teduh.
-Satu lagi yang paling penting, dia ga pernah ngumbar kegalauannya. Iya, saya mau deh kaya gitu. Kalau galau, ga pernah dipamerin ke orang banyak. Orang deket aja yang tau. Tapi saya ga bisa. Saya kan terlalu suka berbagi. *eh

Shiters. Iya, saya Shilla haters. Bukan Shivers haters. Yaiyalah, masa Shivers yang banyak mau saya benci semua. Ga mau munafik ya! Ga mau kaya yang lain. Bilangnya bukan Shiters, tapi kerjaannya hina Shilla. Mendingan saya. Ga malu jadi Shiters. Selama saya punya alasan kuat buat jadi Shiters.

Dari awal ada icil, saya emang ga terlalu suka sama Shilla. Ama Kiki juga. Zahra juga deng. Iya, karena mereka saingan idola saya. Terutama Kiki. Dia kan ngalahin Angel. Tapi, setelah icil selesai. Saya biasa aja sama mereka.

Terus, ada kan ya cerbung LC kak Janice. Suka banget sama itu cerbung. Tokoh utamanya kan Shilla. Saya berusaha mati-matian buat suka ama dia. Tapi ga bisa. Ga tahu kenapa. Terus, BLINK hadir. Tapi tetep, saya ga bisa suka ama Shilla. Tapi saat itu, saya belum jadi Shiters.

Dan ini alasan kuat kenapa jadi Shiters. Menurut saya, Shilla terlalu frontal ngumbar kegalauannya. Dia juga suka nyakitin orang lain. Nyakitin diri sendiri juga deh. Saya ga suka. Saya sukanya yang sayang ama diri sendiri. Tahap ketidaksukaan itu meningkat menjadi benci. Iya, saya benci Shilla. Saya Shiters.

Sebenarnya, masih ada alasan lain kenapa saya jadi Shiters. Tapi itu alasan cemen banget. Cuma pelengkap dari alasan yang di atas.

Saya kadang suka heran, saya Shiters, tapi kenapa ga pernah ada Shivers yang ngajakin saya ribut ya? Padahal, ada banyak yang ngakunya bukan Shiters, tapi sering banget berantem sama Shivers. Apa saya terlalu ajaib untuk menjadi rival berantem? Ah, bahkan temen deket saya tuh Shivers.

Eh, kemaren ada yang bikin note tentang IFC loh. IFC tuh jahat. Bejat. Iya kah? Saya jahat? Bejat? Mungkin saya emang jahat. Kalau ga jahat, ga mungkin kan ada benih benci dalam hati saya. Kalau bejat? Saya coba tanya Lilis, katanya bejat lebih kotor dari jahat. Ah, tapi kan salah satu iklan pernah bilang, berani kotor itu baik. #toeng Etapi, ga semua kan IFC jahat! Yang jahat cuma saya! Saya yang terang-terangan benci Shilla dan suka Denu. Kalau bejat, enggak deh kayaknya.

Note semacam itu, sering saya temui. Tapi kok yang ini, kayaknya keterlaluan. Masa iya dia tega nyakitin semua anak IFC. Iya, dia bawa nama IFC. Ga personal. IFC kan banyak. Bukan cuma satu dua orang.

Saya juga sedih kalau ada IFC yang ngehina comun lain. Sedih. Malu juga. Kasian Ifynya. Ify kan baik. Harusnya kita berusaha lebih baik dari dia.

Iya, itu aja! Maunya tuh, kita temenan aja. Terlepas dari comun apa yang kita sandang. Ya ya ya?

*

Petuah Pisang Goreng: Damai itu indah. Dan indah itu Lilis.

*

Bandung Barat, 1 april 2012

Sinta Nurwahidah

Cintakah?


Cintakah yang membuatku menyeringai tertawa? Seperti orang gila?
Mengacuhkan segalanya.

Cintakah yang memacu letupan tak terbantahkan itu?
Daya ledak yang mengejutkan.
Daya kejut yang meledakan.
Sama-sama memualkan.

Cintakah yang mencekat rongga pernafasan?
Seluruh sudut kuota sesak oleh magisnya.
Mengkontaminasi tiap partikel udara yang terhela.

Lantas, cintakah yang membuatku takjub terpana?
Kalau hanya melihatnya mengedipkan mata saja, bisa-bisanya membuatku terpesona.

***

Bandung Barat. Jumat, 23 maret 2012

Sinta Nurwahidah
*

Coretan Pisang Goreng: Petulangan Brutal


Sayang lagi, ga dipost di blog! Ini tentang petualangan lagi. Iya, saya kan jarang berpetualang. Biasa, syibuk! Wkwkw

***
Minggu kemarin, adalah hari terbrutal yang pernah dialami oleh seorang Sinta Ajaib. Haha, saya main sodara-sodara. TANPA AYAH. Brutal, kan? Jadi gini, hari minggu saya ikut MnG Coboy Junior. Ketemu Aldinya saya lagi dongsew.

Malamnya, saya izin sama ayah, bilang mau ke ulang tahun temen. Bohong dikit, ga papa ya. Demi Aldi. Awalnya, ayah ga ngizinin, tapi saya bujuk. Dan akhirnya, saya boleh pergi, ditemenin Ryan


Jam 8 saya pergi ke rumah Wulan yang mau nemenin saya MnG. Eternyata, Ryan disuruh ayah nunggu ampe acara selesai. Karena saya pernah berguru sama Gayus, saya sogok aja Ryan, 20 rebu melayang. Saya minta dia buat jangan pulang sebelum saya pulang. Berhasil.


Terus, bareng Wulan saya naik angkot, pergi ke stasiun. Saya mau naik kereta. Excited banget. Maklum, belum pernah. -,- Pas keretanya nyalain klakson (?), mau maju, saya langsung tereak "Wulaaan, keretanya maju!" Lalu setelah itu, saya takjub merasakan tubuh saya bergoyang-goyang. Ajaib. Sayang, pas di kereta, Ryan sms, katanya ayah marah. Sialan itu bocah. Udah dikasi 20rebu, malah pulang. Galau bentar. Tapi, sebodo lah.


Nyampe di stasiun Bandung. Kami naik angkot ke BIP. Nganter Wulan muter-muter beli baju. Udah gitu, nyari ide buat mencapai tempat MnG. Kami nanya ke satpam. Kata pak satpam naik angkot, terus turun di naripan. Kami pun naik angkot.


Bener-bener dehya, abang angkotnya ga kece, udah dibilang turun di naripan, eh malah kelewatan. Ya terpaksa jalan kaki. Sampai BeMall tuh. Kaki lecet. Tapinya, demi Aldi.


Kami masuk ke bemall, naik ke lantai 2 ruang pjtv. Sial. Escalator mati. Gempor dah kaki saya. Nyampe disana, saya langsung nelen ludah. Kenapa udah banyak orang? Kan jadi kebagian paling belakang. Ga papa lah. Demi Aldi. Saya duduk deket Bella, temen baru. Hehe


Sebelum acara di mulai, games dulu. Ga minat ah saya, belum ada Aldinya sih. Ga lama kemudian, CJRnya datang. Kyaaaa, semua histeris. Mereka pake baju putih. Aldi rambutnya lepek, pake kacamata item. Mereka nyapa Comate semua, perkenalan bentar, terus nyanyi. Lagu pertama, OST 5elang. Ajaib! Jadi inget Christ. #pelukSinyo *eh


Terus tanya jawab. Saya uda tereak sambil bisik-bisik pengen nanya, eh ga didenger mulu ama MC. Ga cucok tuh MC berdua. Yang paling saya inget, ada yang nanya CJR uda punya pacar, belum? Kiki jawab: Comate itu pacarnya aku. Iqbaal jawab: belum. Bastian jawab: kata mama ga boleh pacaran. Dan ini nih yang bikin galau, Aldi jawab: belum. Tapi Bastian bilang, Aldi udah punya pacar, orang Jakarta, kulitnya item. Eh, Aldi bisikin Babas, bukan item tapi sawo matang. APA? Galau dongsew! Untungnya, pas saya lagi manyun tanda galau, Aldi liat dan manyunin balik saya. Berkali-kali kami saling melempar manyun. Jadi inget Juni. #halah


Galaunya ga lama, CJRnya kan nyanyi lagi. Laskar Pelangi. Aldi paling tinggi suaranya, mana improvnya paling keren. Dia sodaranya Sivia kali, ya? *toeng


Games. Saya tereak lagi. Ga didenger lagi. Yang beruntung ada 4 orang. Mereka disuruh nyanyi lagu kamu. Dan yang bikin envy, mereka dipinjemin barang ciri khas anak CJR. Topi. Kupluk. Kacamata. Kiki ga ngasih buntelnya kok. *eh Terus, ada cewek yang digombalin. Paling hebat ngegombal tuh Kiki. Sementara ngegombal, kan Aldi ngambek. Laper. Minta makan ama panitia. Sumpah, paling polos. Terusan dianya pergi. Saya langsung galau. Takut dia ga balik lagi. Nanti saya curhat sama siapa? *eh Tapi untungnya Aldi balik lagi. Mulutnya penuh sama makanan.


Terus nyanyi lagi. One less lonely girl.


Selanjutnya, battle dance. Aldi, Iqbaal, Kiki vs Bastian, fadil d'little kreenz. Pas ini, Aldi nyolong-nyolong makan Buset tu bocah. Pas battle juga, Bastian jatoh. Punggungnya sakit. Ampir nangis dia. Tapi dia semangat lagi.


Lagu terakhir, KAMU. Semua comate uda ga bisa diatur. Berdiri semua. Maafkan kami, ibu panitia!


Photo session. Kami ngantri kaya mau sunatan masal. Karna waktunya ga cukup, jadi fotonya langsung anak CJR sama 4 anak Comate, 2 jepretan. Giliran saya. Saya kebagian paling ujung, deket Bastian. Saya ga mau. Padahal Bastian udah bilang "Ga papa ih!" Tapi saya tetep ga mau. Saya narik anak comate yang deket Aldi aja, tukeran sama saya. Jadi saya berdiri di antara Aldi sama Kiki.


Pas mau dijepret, saya malah curhat colongan ke Aldi.

Saya: #toelAldi Aldi, tanggung jawab loh!
Aldi: #tampangbingung tanggung jawab apa kak?
Saya: dulu, waktu di dufan, aku kan nyamperin kamu sama Denu, eh karena aku keasyikan ngobrol sama kamu, Denunya pergi, ninggalin aku. #maunangis
Aldi: hah? #makinbingung
Saya: iya. Akunya galau ditinggal Denu! #kelepasanpelukAldi
Aldi: Tunggu tunggu, kakak siapa?
Saya: aku Sinta snap.
(sementara kami ngobrol, jepretan pertama telah dilakukan)
Aldi: #mikir #toelKiki Bang Kiki, nih Sinta Snap.
Kiki: bentar Al! #sibukfoto
(Saya baru sadar kalau lagi photo session)
Aldi: maaf kak!
Saya: ya udah ga papa. Tuh tuh, begaya dulu, mau dijepret! #rangkulAldi
(Uda dijepret, saya lanjut curhat. 3 Comate yang laen turun. Digantiin ama comate selanjutnya)
Saya: beneran ya Al, Denunya marah gara-gara aku fokusnya ke kamu terus.
Aldi: yah yah, Bang bang, ini Sinta Snap #noelkiki
Kiki: bentar Al!
Panitia: eh, kamu! Turun turun, udah selesai!
Saya: bentar! #goyangintanganAldi gimana dong?
Aldi: Bang Kiki, ini Sinta Snap!
Panitia: kamu! Cepetan turun!
Saya: BENTAR DULU IH! Gimana Al? Bilangin maaf kek, ke Denunya!
Panitia: gantian yang lain dong!
Saya: iya iya! #manyun
(mundur perlahan-lahan, kaki nyangkut ke kabel)
Aldi: Bang Kiki, itu Sinta Snap!
Kiki: hah? mana mana? #nunjuksaya kamu? Pacarnya Denu ya?
(hah? Kaget! Dalam hati saya aamiinin)
Saya: bukan kok!
Kiki: halah, ngaku aja!
Saya: enggak. Cuma ngepens aja. Salam ya buat Denu. Sampai-in ya! Daa Kiki, Daa Aldi!
Kiki + Aldi: iya, nanti disampai-in. Dadaa #lambaikantangan

Hehe. Saya cengar-cengir sendiri kaya orang gila. Curhat sama Aldi, peluk Aldi, dibilang pacarnya Denu. Huaah, senangnya! Sambil terus nyengir, saya ke lantai 3, makan. Bareng Bella, Nabila sama Mamanya Nabila.


Lagi makan, eh ada 2 mc rese itu. Ya uda saya tos aja ama mereka, biar ga slek (?).


WULAN! Tuhan, baru inget! Saya langsung pamit sama Bella, pulang. Saya telpon Wulan. Turun dan keluar. Wulan uda ada dibawah. Ternyata, pas saya lagi asyik MnG, dia ikut narik sama abang angkot. Kami pun pulang. Naik angkot. Di angkot, ada yang ngamen, saya request lagu CJR, eh ga bisa. Yaudah, lagunya Bang Ariel aja. LANJUT!


Terus naik elep. Di elep saya sama Wulan paling berisik. Saya sempet marah-marah ke supir karena elepnya ga maju-maju, eh taunya supirnya ga ada. Kan malu. Dan saya kaget, liat di hape saya, lebih dari 100 missed call dari ayah saya. Hah, galau lagi kan.


Wulan nyampe duluan. Saya di elep sendirian. Lalu turun di portal. Pas saya mau naek ojek, ada yang panggil saya. Siapa? AYAH SAYA! Dengan garangnya, saya disuruh masuk mobil. Dalam mobil, kena omelan dahsyat.


Pas nyampe rumah, jam 7 malam. Mama dan nenek saya nangis. Khawatir ama saya. Gila, saya anak nakal. Saya dimarahin abis-abisan ama semuanya. Lagi makan, dimarahin. Mandi, dimarahin. Pas lagi belajar, mereka diem. Nah, saya ngerjain PR sambil mewek. Untung masih inget ada PAA, nonton bentar. Tidur deh ampe pagi.


Paginya, sebelum berangkat sekolah, saya diberi hukuman, kalau izin keluar rumah saya dicabut. Ga ada main. Ga ada kerja kelompok. Sekolah sama rumah aja. Glek! Saya pingsan.


***


Petuah Pisang Goreng: sebrutal apa pun kamu, jangan bohong sama orang tua kaya saya! *eh


***


Bandung Barat, 28 februari 2012

oleh: Sinta Nurwahidah

Salam Pisang Goreng!