Juli 2012

Jumat, 20 Juli 2012

Segenggam Harapan



Lelah. Rasanya dia ingin berhenti saja dari perjalanan meraih mimpi. Semangat yang dulu membara kini sirna tak bersisa. Terkikis kecewa yang sering melanda.

Putus asa. Tak ada lagi setitik cahaya yang selama ini menuntun langkah payahnya menuju tujuan besarnya. Semuanya pupus. Kegelapan. Dan hilang semua harapan. Tak tahu arah. Merasa mimpi-mimpi itu takkan bisa terjamah.

Mati saja. Dia rasa itu akan lebih baik. Setelah mati, ia akan hidup bersama mimpi-mimpinya yang telah terlebih dahulu terbunuh. Bersama di keabadian. Walau resikonya dia akan tetap terabaikan.

Namun di senja itu, di taman belakang sebuah gedung sekolah yang begitu megah, ia hanya ingin menangis. Rasa sesak yang melesaknya

Rabu, 11 Juli 2012

Selapang Sang Rembulan part9


Gabriel melemparkan sebuah helm untuk segera dipakai oleh Sivia. Gadis itu mengulum bibir. Meskipun ia sudah resmi menjadi gadisnya Gabriel, tetap saja pemuda itu bersikap menyebalkan. Apa tidak ada sikap yang lebih manis yang bisa ia tunjukan pada saat menyerahkan helm berwarna kuning itu? Atau paling tidak, biasa saja. Jangan sampai dilempar seperti itu. Kalau terkena kepala Sivia bagaimana? Bisa benjol nantinya. Lantas membuatnya tidak cantik lagi. Sivia ingin selalu terlihat cantik di hadapan pemudanya. Cantik dengan dua kuncirnya.

Namun bagi Gabriel, apapun keadaan Sivia, gadis berlesung pipi itu selalu terlihat cantik. Bahkan ketika ia masih memakai piama. Belum sempat mandi, membersihkan diri. Ingatkah insiden rujak dulu? Bukankah penampilan Sivia tidak ada cantik-cantiknya? Ah, tapi