Rindu

Senin, 12 Desember 2011

Rindu


Langit terlihat bersih hari ini. Noda-noda yang biasanya berterbangan kini nampak tak ada. Mungkin istirahat sejenak, lalu kembali datang, memeras badan, lalu turunlah titik-titik kehidupan. Angin sepoi-sepoi berhembus mengibaskan rambut panjang Ify yang dikucir dengan ikatan berbulu berwarna putih. Tak hanya mengibaskan rambut, tapi angin itu juga membawa pikirannya melanglang buana jauh entah kemana, mencari sesuatu yang hilang, meski dirinya tak tau apa itu.


Ify merogoh ranselnya, mengambil ponsel kesayangannya, lalu mengutak-atik sebentar dan tak lama kemudian mendekatkan pada telinganya. Bukan berniat untuk menghubungi seseorang, tapi berniat mendengarkan alunan indah yang keluar dari mp3 di ponselnya. Mengobati kerinduannya akan seseorang yang selalu menempati relungnya.




Berjanjilah wahai sahabatku
bila kau tinggalkan aku
tetaplah tersenyum
meski hat sedih dan menangis
ku ingin kau tetap tabah menghadapiya


Menelisik lebih dalam mengenai rentetan lirik tersebut, terkandung pesan yang ringan namun Ify tahu pasti sangatlah sulit melaksanakan itu semua. Ify tak bisa terus-terusan tersenyum dan berlaga sok tabah. Rasa sedih dan rindu mendalam selalu menyelinap ke dalam hatinya lalu tinggal dan menguasai hatinya.


Bila kau harus pergi meninggalkan diriku
jangan lupakan aku


Gadis belia itu kembali mencerna tiap bait di lagu itu, tentu saja dia takkan melupakannya.


Semoga dirimu disana
kan baik-baik saja untuk selamanya


Doanya mungkin tak terkabul, Ify sedang tidak baik-baik saja saat ini. Otaknya membeku. Jiwanya terguncang. Ya, bahasa kasarnya 'stress'. Bukan karena masalah ekonomi atau masalah di sekolahnya. Ini masalah yang sangat pelik. Lebih pelik dari skandal bank century ataupun kasus Gayus Tambunan. Ini masalah yang menimpa organ kecil di dalam tubuhnya. Bukan, dia tidak divonis terkena penyakit kanker, tapi di dalam organ yang biasa di panggil hati itu ada sebuah benih kecil bernama 'rindu' yang sudah lama tertanam, kini tumbuh, menghasilkan bunga, lalu jadilah buah yang kini membesar, semakin membesar memenuhi wadah kecilnya dan kini wadah itu hampir meledak, dan dapat meluluhlantakannya hingga kepingan wadah itu berserakan dimana-mana.


Disini aku kan selalu
rindukan dirimu, wahai sahabatku


Tentu. Merindukannya akan selalu menjadi rutinitas wajib untknya. Selama 2 tahun ini kan yang di lakukan hatinya hanya merindukan dia.

Ify menutup matanya, merasakan sebuah aliran yang mulai terbentuk di pipinya yang terus meresapi tiap dentingan nada di lagu itu. oh tuhan, gadis itu begitu kacau saat ini.


"DARRR!!" seorang gadis yang sebaya dengan Ify mengagetkannya, walau kelihatannya gagal, tak ada sedikitpun raut kaget darinya, bahkan ia tak mempedulikan Shilla, temannya, yang kini duduk disampingnya. Matanya menatap kosong kedepan, sementara pikirannya masih mengembara.


"Kenapa sih, Fy? Bengong aja!" Shilla menyenggol tubuh kurus Ify. Tak ada sedikitpun respon darinya.


Shilla menatapi lekat-lekat mata Ify, dia tau teman sebangkunya itu sedang tidak baik, Shilla merebut ponsel yang sedari tadi nemplok di telnga Ify, lalu memindahkan pada telinganya. Ify pun mendelik dan segera mengambil ponselnya, lalu menempelkan pada kupingnya lagi.


"Jadi karena itu?" kata Shilla yang tahu kenapa sahabatnya aneh begitu.


"Lo tahu kan, cuma itu yang bisa bikin gue kaya gini." Ify masih menatapi tanah kosong di hadapannya lalu memasukkan ponselnya ke tasnya.


Ify menghela nafas, seakan letih dengan dirinya, padahal dari tadi yang dilakukannya hanyalah duduk saja, lalu mengeluarkan celetukannya, "Entahlah Shill, gue ga pernah ketemu sama dia, gue cuma bisa liat dari TV, itu juga 2 tauhn yang lalu, tapi kenapa itu anak bikin gue kaya gini?"


"Jangan siksa diri lo sendiri, Fy!"

Ify mendelik ke arah Shilla, bersiap mengeluarkan semburat celotehnya, "gue ga pernah siksa diri gue sndiri, mereka semua yang lakuin ini." Ify menghela napas dan mengalihkan pandangannya ke depan lagi. "Mereka ga tau gimana rasa sakit hatinya gue, saat mereka hina idola gue, Rio."

"Fy..." Shilla meraba pundak Ify.

"Gue ga pernah minta mereka ngertiin gue, karna gue juga sulit ngertiin diri gue sendiri, satu yang gue minta, mereka hargain perasaan gue!" Ify makin menjadi-jadi dan pipinya kini banjir


"Fy..." Shilla merangkul Ify, tapi secepat kilat Ify menyangkalnya lalu melotot sangat tajam, seperti belati yang baru saja diasah, kalau saja matanya memang belati, dia bisa mencincang-cincang wajah Shilla.


"Lo sama aja kaya mereka, ga pernah hargain perasaan gue!" bentak Ify.


"Maaf, Fy!" Shilla menunjukan raut wajah yang merasa sangat bersalah


"Udah ya!" Ify langsung bangkit dan berbalik berniat meninggalkan Shilla. Duggg....awww....jidat Ify terbentur tiang di depan kelasnya, sakit. Ify memegangi kepalanya yang terasa nyut-nyutan.


"Lo ga papa, Fy?" ujar Shilla


"Hehe...tenang aja, gue ga papa." Kini Ify berubah menjadi aneh, tiba-tiba dia mulai baik lagi pada sahabatnya. Nampaknya benturan tadi berpengaruh.


Ify langsung terduduk dan bersandar pada tiang sialan yang sudah menabrak dirinya. Oke bukan tiang, tapi Ify yang menabrak, tapi tetap saja tiangnya yang salah (bagi Ify).


Ify kembali memecah tangis, ya tuhan kacau sekali Ify. Gadis itu menunduk melihat ke lantai dan meneruskan adegan menangisnya.


"Jangan nangis lagi ya, Fy!" kata Shilla yang tak tega melihat Ify yang begitu galau.


Ify lalu mengangkat wajahnya, lalu berbalik ke arah tiang yang baru saja disandarinya. Matanya membelalak, entah apa yang dia lihat. Dengan semangat Ify berdiri, Shilla pun juga ikut bediri


"Mario Stevano, ya ampun, gue kangen banget sama lo, sumpah ya, gue fans sejati lo." celoteh Ify pada....ya, Ify berbicara pada tiang itu, sudah tak waras deh kayaknya. Shilla cuma bisa melongo melihat Ify, dia mengerinyitkan dahi.


"Shill, kenalin, ini Mario, idola gue itu loh." Ify memperkenalkan tiang yang dia anggap Rio pada Shilla. Shilla tak bisa berkata apa-apa, dia berpikir, jangan-jangan benturannya tadi membuat Ify gila.


"Sumpah ya, gue kangen berat sama lo, lo kemana aja? Tahu ga, Shilla sama yang lain suka jelekin lo!" Ify makin aneh aja.


Shilla memegang kedua bahu Ify dan mengguncangkannya. "Sadar, Fy!"

"Ih, apaan sih lo Shil, gue sadar tau, emang ini Rio kok!" kata Ify.

"Fy, sadar, ini tuh bukan Rio, ini tuh tiang. TIANG!" Shilla sedikit membentak.


Ify menatap Shilla, lalu menatap ke arah tiang, dan huaaaaa tangisnya pecah kembali, menyadari yang barusan diajaknya bicara hanya sebuah tiang. Tiang yang hanya bisa memaku diri, melihat Ify begitu kacau, yang tak bisa menyanggah celotehan Ify tadi.


Shilla memeluk temannya, teman yang hampir (atau bahkan sudah ya) gila karena seorang Rio. "Gue kangen Shill, kangen banget!" Ify menangis tenggelam dalam dekapan Shilla.


"Menangislah, jangan ragu-ragu!" ujar Shilla.


Ify menguras air matanya dan 10 menit kemudian dia keluar dari dekapan Shilla kemudian berlari ke arah tanah kosong yang tadi di pandanginya.


Shilla lagi lagi mengerutkan dahi, mau apalagi ya tu anak? Batinnya sarkatis.


Ify mengambil sebuah ranting lalu menggoreskannya di atas tanah, mebuat sebuah bentuk hati lalu menyusun huruf huruf hingga terbentukb kalimat RIO LOVES IFY.


Shilla menghampiri Ify, oh tuhan, cintanya pada idolanya sungguh besar, Shilla tak menyangka sebegitunya perasaan Ify.


Shilla berjongkok di hadapan Ify. Ify mendongak ke arah Shilla lalu menundukan kepala dan perlahan sebuah titik jatuh ke atas tanah sehingga terbentuklah danau air mata. Ya ampun, Ify menangis lagi.


Seakan tak tega melihat Ify menangis, alam juga ikut menangis, mengkamuflase tangisan Ify, hingga sekarang bukan hanya Ify yang menangis, tapi alam juga.


Shilla memegang bahu Ify, "gue janji, suatu saat nanti gue bakalan pertemuin lo sama Rio" ucap Shilla yakin.


"Janji?" tanya Ify.


"Janji!" Shilla memeluk Ify, begitu pun sebaliknya, dua anak manusia ini bersatu, berpelukan di bawah tangisan alam, tangisan yang menyamarkan tangiwsan Ify untuk seseorang yang sungguh ia rindukan.


Hujan memang mampu mengkamuflase tangisan Ify dan menyihirnya menjadi senyuman, tapi satu yang hujan tak bisa, dia tak bisa memunuh buah rindu itu yang kini mulai agak bersahabat dengan hati dan diri Ify, tentunya bukan hanya dia yang menjinakkan keliaran buah itu, tapi sahabatnya, Shilla juga ikut menjadi pawang rindu itu.


Rindukan dirimu...


Hal yang selalu dilakukan Ify, tanpa pernah sedikit pun lelah menghinggapinya. Memang, karena bagi Ify merindukannya adalah hal terindah.




the end