Kehilangan (prolog dan part 1)
Ify. Remaja tanggung yang sekarang duduk di bangku sebuah SMA ternama di kotanya itu sudah tidak percaya lagi kepada mahluk bernama lelaki. Baginya, semua lelaki itu jahat, menyebalkan. Mereka selalu membuat perempuan menangis semalaman hingga membuat mata sembab. Mereka selalu menjadi sebab dari elegi kesakitan setiap perempuan. Mereka selalu menjadi alasan setiap perempuan untuk berkorban. Padahal, mereka tak pernah sedikit pun memberi balasan. Walaupun hanya sesungging senyuman.
Ify benci lelaki. Semua lelaki di sekitarnya selalu menorehkan luka. Dari kecil. Bahkan dari ia belum bisa melapalkan namanya sendiri dengan jelas. Bayangkan! Anak sekecil itu terluka? Bukan karena kulitnya iritasi atau apalah. Tapi karena sebuah rasa yang bahkan ia belum bisa memberinya nama.
Dan hingga usianya kini menginjak lima belas tahun, Ify telah berkali-kali mengecap rasa itu. Ia kini tahu rasa apakah itu. Rasa yang membuat dadanya sesak. Rasa yang membuat ia merasa sepi. Sendirian di sebuah padang yang begitu luas. Rasa itu bernama kehilangan.
***
"Lo mau kan jadi pacar gue?" pertanyaan itu tegas dilontarkan oleh seorang pemuda pada gadis di hadapannya. Pertanyaan yang kini membuat setiap pasang mata yang menyaksikan drama ala Korea itu menghela nafas, menanti jawaban sang gadis.
Sang gadis mengeluh tertahan. Wajahnya memerah. Ia malu bukan kepalang. Haruskah pertanyaan seintim itu dilemparkan padanya di tengah lapangan seperti ini? Lapangan utama yang dari setiap penjuru sekolah dapat melihatnya. Dan lihat! Walau dari lantai tertinggi sekolah adegan itu dapat disaksikan, hampir semua siswa-siswi sekolah itu mengerubuti lapangan. Berebut menempati baris terdepan. Tidak mau ketinggalan adegan paling membahana sepanjang sejarah.
Ketika gadis cantik bermata jeli itu sibuk merutuk dalam hati, dua anak buah sang pemuda gila itu memasuki lapangan. Yang satu heboh membawa puluhan balon berwarna-warni. Yang lainnya memeluk sebuah boneka beruang berdasi kupu-kupu. Oh Tuhan! Kegilaan apalagi ini?
"Kalau lo mau jadi pacar gue, lo ambil balon ini." Sang pemuda paling pemberani abad ini menunjuk puluhan balon yang masih dipegang oleh anak buahnya. Lantas beralih melirik boneka beruang yang hampir sebesar dirinya. "Tapi kalau lo ga mau, lo ambil boneka ini."
Nafas-nafas tertahan. Sekali lagi. Menanti cemas akan jawaban yang hendak diberikan. Hampir semua mengharapkan jawaban 'ya'. Bagaimana tidak. Sang gadis yang bernama Ify adalah siswi paling pintar di sekolah itu. Beberapa kali menyabet gelar juara pada olimpiade fisika. Dapat bersekolah di sekolah seelit itu dengan tanpa biaya. Selain itu, dia juga berbakat sekali dalam bidang gerak tubuh. Dia seorang penari ballet yang hebat. Pernah tampil di hadapan orang nomor satu di Indonesia. Lalu bagaimana dengan wajahnya? Duhai! Dia gadis yang sungguh cantik. Umurnya yang masih berbilang lima belas tahun, membuat gurat wajah anak-anaknya masih terlihat. Berpadu dengan kecantikan ala wanita dewasa. Tingginya semampai. Rambut keriting gantung berwarna hitamnya cocok sekali dengan kulit wajah putih bagai pualam. Dan setiap orang pasti setuju bahwa gadis itu memiliki mata yang sangat indah, bening dan bersinar.
Lalu pemuda itu bagaimana? Ah, dia juga mempesona. Namanya Mario. Mario Sang Elang, begitu julukannya. Tubuh jangkungnya mendukung bakat alamnya sebagai pemain basket. Parasnya juga tampan. Kulitnya tetap putih bersih meski hampir setiap hari terbakar matahari.
Bukankah mereka begitu serasi? Cantik dan tampan. Penari ballet dan pemain basket. Dan tahukah kalian, Mario sudah jatuh cinta pada Ify sejak masa orientasi lebih dari setahun yang lalu. Sejak pertemuan tak sengaja mereka di gerbang sekolah. Ketika mereka sama-sama terlambat datang ke sekolah. Ketika itulah Mario melihat Ify yang sangat cantik dengan wajah berbingkai bulir keringat. Mengemis pada satpam untuk membukakan gerbang. Sementara ia sendiri terbengong menatap wajah Ify. Hendak menelannya bulat-bulat keindahan itu. Sejak saat itulah Mario selalu berusaha mendekati Ify yang galaknya minta ampun. Selama itulah Mario menebalkan wajahnya tiap kali Ify menolak makan semeja. Menulikan telinga dari omelan-omelan Ify saat Mario memberikan berbagai macam hadiah. Menguatkan hati kala menangkap Ify sedang bersama pemuda lain. Ya ampun! Ify hanya galak padanya. Pada Cakka si ketua OSIS, baik. Pada Ray sang kapten sepak bola, ramah. Bahkan pada Alvin, siswa paling cupu seantero sekolah, Ify bersikap manis. Hanya pada seorang Mario, Ify menjelma jadi harimau. Tapi bagi Mario, tetap saja Ify cantik. Harimau cantik.
Dan siang ini, ketika Mario nekad mempertaruhkan nasibnya, berharap keenam sisi dadu yang dilemparkannya akan mendukungnya. Semoga dengan ia mengungkapkan isi hatinya di depan umum seperti ini, Ify akan luluh. Paling tidak, sedikit saja tersentuh.
Maka beginilah jawaban atas pertaruhan nasib itu. Ify dengan mulut komat-kamit mendekati petugas pemegang balon. Merebut kumpulan balon itu dari tangan gemetar sang petugas.
Mario -dan nampaknya para penonton baru saja akan besorak ketika Ify mengambil balon yang berarti Ify bersedia menerima cinta Mario. Namun semuanya tertahan ketika tanpa terduga Ify melepas balon-balon itu ke udara. Membiarkannya terbang meraih langit. Membuat semua pasang mata hanya bisa ternganga. Jadi jawabannya?
"Gue lepasin balon-balon itu karena gue berharap, lo juga bisa lepasin gue. Biarin gue raih mimpi gue dengan ketenangan. Sendirian." ujar Ify dengan suara bergetar. Sebenarnya agak tega mengucapkan kalimat itu di sana. Harusnya, biar Mario saja yang mendengarnya. Jangan yang lain. Tapi, ini bukan salahnya. Siapa suruh Mario menyatakan cinta dengan cara norak seperti ini. Dipikir sinetron apa?
Mario menahan nafasnya. Menatap Ify tak percaya. Maksudnya, ia ditolak? Ha? Ada juga kan ia yang biasa menolak.
"Gue ga bisa Yo! Maaf! Harusnya lo ga usah kaget. Bukannya lo udah tahu kan jawabannya? Kalau ga tahu, lo kebangetan." ucap Ify sarkatis.
"Yaahhhh..."
Beratus desahan kecewa, keluhan menyesal, tatapan kesedihan, dan segala bentuk ratapan mengungkung lapangan. Mario. Dialah orang paling sedih seluruh dunia saat ini. Hatinya terhujam ratusan samurai. Sakit sekali. Harusnya ia tidak pernah melakukan ini. Terburu-buru. Benar kata Ify, Mario tahu jawabannya. Harusnya Mario meyakinkan Ify terlebih dahulu. Setahun tak cukup, masih ada tahun berikutnya. Hormati perasaan Ify. Arghttt! Menyesal sekali telah mengikuti saran ngawur Dea. Katanya, wanita paling tidak bisa menunggu. Aduh! Ify tidak pernah menunggu dirinya.
Ify memutar tubuhnya. Ingin sekali kabur dari lapangan sedari tadi. Gerah menjadi tontonan banyak orang. Kalau ditonton sedang menari sih tidak masalah. Lah ini? Ya ampun! Drama sekali.
"Tunggu Fy!" Mario berkata tertahan.
Ify mendengus sebal. Apa lagi sih? Jangan bilang dia mau memelas. Tidak akan mempan. Kalau ia bilang tidak, ya tidak. Dengan wajah terlipat, Ify berbalik.
"Tadi kan kesepekatannya, kalau kamu tolak aku, kamu harus ambil boneka beruang ini. Jadi, nih!" Mario menyodorkan boneka beruang raksasa berdasi kupu-kupu pada Ify.
Kesepakatan? Hei! Kapan Ify menyepakatinya? Curang! Tapi demi menghargai perasaan Mario, Ify akhirnya menerima boneka itu. Kewalahan memeluknya. Aduh! Gendut sekali beruangnya.
"Paling enggak, ada yang selalu ada buat lo. Mario Unyu." Mario nyengir lebar.
Ify mengerutkan kening. "Hah?"
"Boneka itu namanya Mario Unyu. Jagain dia yaaaa!" Mario mengerjapkan matanya -sok menggemaskan.
Ify meneguk ludah. Oh langit, beginikah seorang Mario yang selalu dielu-elukan teman-temannya? Mario tampan, Mario keren, Mario kece. Ini sih Mario norak namanya. Ify jadi makin ilfeel. Oh, jadi sebelum ini Ify punya feel? Eh.
"Iya. Makasih ya! Gue bakalan jagain Mario..." Ify menggigit bibirnya. "M-Mario Unyu deh! Semoga juga Mario Unyu bisa jagain gue terus." Ify bergidik. Ngeri mengucapkan nama norak itu. "Gue pergi ya! Maaf sekali lagi."
Dan setelah itu, menghilanglah Ify dari lapangan. Tergesa-gesa menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Gila. Benar-benar gila. Norak. Dasar Mario norak!
Sedangkan Mario, meskipun sedang didera patah hati, ia tetap tersenyum. Menerima ucapan berbela sungkawa yang diberikan teman-temannya. Baginya, patah hati itu menyenangkan. Setidaknya ia bukan seorang yang tuna rasa.
"Marioooooo! Yuhuuuuuu! Gimana gimana? Sukses, kan?" Seorang gadis tiba-tiba datang justru setelah semua orang meninggalkan lapangan. Dia Dea. Dalang dari drama Korea tadi.
"Gatot alias gagal total Dea bolo-bolooooo!" Mario mencubit pipi Dea yang gempal.
Dea mengaduh sejenak. "Terus, kenapa muka lo kaya senang gitu?"
"Gue selalu senang atas apa yang Ify lakukan buat gue." kata Mario seraya menjawil caping hidung Dea. Lantas berlalu dari gadis itu.
Beberapa menit Dea tertegun. Maksud Mario apa sih? Sok Mario Teguh benar. Dea kan jadi tidak mengerti. Tapi akhirnya, Dea tersadar sesuatu. Gadis bertubuh tambun itu memekik. "Marioooooo!!!! Tungguuuu! Gue nebeng pulang!" Berlari menyusul Mario.
Lantas apa yang terjadi pada Ify selanjutnya? Gadis bermata jeli itu dicegat Sivia -sobat kentalnya di lorong menuju tangga. Ify terheran menatap wajah serius Sivia. Tak biasanya Sivia seperti itu. Wajah seperti itu hanya ada ketika ulangan saja.
"Hai Vi!" sapa Ify dengan agak segan.
Sivia mendesah tak kentara. "Lo apa-apaan sih tadi?"
Ify memutar bola matanya. "Gue emang ngapain?" tanya Ify enteng.
Sivia menggembungkan pipinya. "Lo tahu gimana lo udah mempermalukan Mario tadi? Lo benar-benar gila, Fy!"
"Bukan gue. Yang gila tuh si Mario. Mario yang mempermalukan dirinya sendiri. Siapa suruh nyatain cinta di depan umum gitu? Oh my! Dia cowok ternorak yang pernah gue kenal."
"Dia juga gitu karena lo. Saking cintanya dia sama lo." timpal Sivia.
"Eh..." Ify mendelik pada Sivia. Iya. Semua karena cinta. Rasa cinta itu memang rasa paling kampungan seluruh dunia. Lihat saja! Mario, cowok keren itu menjelma jadi cowok norak karena cinta. Apa? Mario keren? Tidak. Mario sama seperti lelaki lainnya. Menyebalkan, jahat. Ify benci lelaki. Ia bersumpah demi Mama, Ibu dan Bundanya kalau ia sungguh membenci lelaki. Dan tentang cinta, hanya cinta dari Tuhan, Mama, Ibu dan Bundanyalah yang ia percaya.
"Paling enggak, lo hargain perasaan Mario. Dia cowok tangguh lho. Setahun lebih dia ga pernah nyerah buat dapatin lo." Sivia membuyarkan lamunan Ify.
"Lo ga lihat boneka raksasa ini? Yang namanya norak sejagad raya ini? Ini bentuk penghargaan gue ke dia. Gue rasa itu cukup. Hati ga bisa dipaksain." Ify membela diri.
"Yakin lo tadi pakai hati?" Sivia menatap Ify prihatin. Lantas menarik tubuh Ify agar masuk ke dalam rengkuhannya. "Sampai kapan lo dikuasai dendam masa kecil lo?" Sivia berbisik pelan tepat di telinga Ify. "Tidak pernah ada pembenaran dari dendam, Fy."
Ify membisu. Teringat masa kecilnya yang menyedihkan. Bagian dadanya terasa sakit setiap kelebatan sosok-sosok dari masa kecilnya menghampiri relungnya. Wajah menyenangkan Mama, cerewetnya Ibu panti, dan...
"Ify!"
Ify terkesiap. Membuat Sivia refleks
mengurai pelukannya. Ify mencari sumber suara. Lantas didapatinya Cakka di bawah tangga.
"Ayo, Fy! Nanti telat lho!" ujar Cakka.
Ify mengacungkan jempol pada Cakka. Sejenak melirik Sivia. "Thanks ya, Vi! Gue duluan!" Ify lantas menuruni tangga. Menghampiri Cakka. Bergegas ke suatu tempat.
Ify berharap, semoga segala kesakitan yang ia dapat semasa kecil, akan memberikannya pemahaman yang baik. Bukan menimbun dendam yang kian lama kian membusuk.
***
Bersambung
***