Ziarah
Berbekal pengetahuan yang minim mengenai film Ziarah, yaitu hanya tahu premisnya saja, tanpa tahu siapa pemain dan sutradaranya, gue memutuskan untuk menonton film ini.
Ziarah mengisahkan tentang pencarian seorang nenek berusia 90an tahun bernama Mbah Sri terhadap makam suaminya. Kelak nanti saat ia meninggal, ia ingin dikuburkan di samping makam Pawiro Sahid, suaminya.
Film ini kental sekali dengan kearifan lokal, khususnya Jawa. 99,99 % dialog menggunakan bahasa Jawa. Hal itu tidak mengurangi esensi film. Namun justru membuat film ini semakin manis sekaligus pilu.
Film ini mengingatkan gue pada film Mencari Hilal. Sama-sama tentang pencarian. Tapi tentunya apa yang mereka cari jelas berbeda.
Kesederhanaan akan mudah sekali ditemukan dan dirasakan dalam film ini. Kesederhanaan dalam hidup dan mencintai.
Film ini bertutur dengan sangat syahdu. Tidak terburu-buru, namun tidak juga terlalu lambat.
Di film ini, wajah familiar yang bisa gue temukan hanya Hanung Bramantyo. Itu pun dia hanya muncul sedetik. Tapi gue tidak perlu tahu siapa mereka, karena dengan melihat mereka di layar, terutama Mbah Sri, sudah membuat gue jatuh cinta. Gila ya! Yang jadi Mbah Sri ini aslinya juga udah sepuh banget, tapi dia aktingnya keren. Bingung, rindu, lelah, tapi tidak lantas putus asa. Cuma gue kasihan dan ga tega aja lihat nenek-nenek jalan di tengah terik siang. Rasanya pingin ngasih es jeruk untuk kesegaran :((
Well, pada akhirnya gue kembali belajar dari Mbah Sri bahwa cinta itu adalah tentang keikhlasan.
Oh iya, endingnya mengejutkan. Aku hampir menangis. Hehe.
9/10 untuk Ziarah.
Karena Ziarah cuma dapat layar dikit, di xxi Bandung pun cuma di empire BIP, jadi nontonlah segera guys. Sayang, filmnya bagus bangey soalnya.
0 Komentar :
Posting Komentar
Komentari