Ngenest
Kita ga pernah bisa memilih siapa keluarga kita, apa etnik kita. Begitu pula dengan Ernest Prakasa yang lahir dari keluarga Cina. Menjadi Cina adalah takdir yang mau ga mau harus dijalaninya. Ga mudah emang. Karena di masa orde baru dulu, jadi seorang Cina di negeri ini adalah sebuah malapetaka.
Sejak kecil, Ernest selalu dibully oleh teman-temannya karena dirinya Cina. Sampai akhirnya dia berpikir bahwa untuk memutus rantai perbullyan, ia harus menikah dengan perempuan pribumi. Ketika kuliah di Bandung, ia bertemu dengan Meira dan jatuh cinta padanya. Meskipun awalnya ditentang oleh ayah Meira, namun Ernest akhirnya bisa mendapatkan Meira dan menikah dengannya. Tapi ternyata muncul kekhawatiran lain setelah ia menikah. Ia takut kalau anaknya nanti malah mirip dengannya, yang berarti anak itu berpotensi untuk menerima bullyan yang sama. Ketakutan itulah yang membuat Ernest menunda untuk memiliki anak.
Film dibuka dengan adegan lahirnya Ernest ke dunia dengan mata yang cuma segaris. Adegan yang cukup lucu karena kehadiran Chika Jessikha sebagai bidan yang polos cenderung bodoh -,,-
Adegan selanjutnya adalah ketika hari pertama Ernest masuk SD dan langsung dibully oleh anak-anak lain. Dan di hari itu pula Ernest bertemu dengan Patrick, teman seperCinaan. Berdua mereka bertahan dari bullyan. Kehidupan Ernest SD ini digambarkan dengan baik. Polos dan lucu khas anak-anak. Adegan bullynya pun ga lebay kayak di sinetron. Bullynya masih dalam batas ngatain dan nginjekin sepatu :(
Dan kehidupan Ernest pun berlanjut. SMP, SMA, kuliah dan akhirnya menikah. Adegan peradegan ditampilkan dengan begitu apik. Setiap adegan hadir dengan keunikan masing-masing. Buat penonton (khususnya gue) ga sempet melakukan apa pun. Film ini seakan ga memberi celah buat gue untuk meleng dikit. Dari awal sampai akhir, ga ada satu pun adegan yang terlewat.
Kekuatan dari film ini ada di dialog-dialognya yang ga berusaha ngelucu, tapi hasilnya malah lucu. Ditambah dengan kehadiran para komika seperti Awwe, Adjis Doa Ibu, Ge Pamungkas, Arie Kriting, Bene Dion, Fico, Muhadkly Acho, serta Bakriyadi yang ga usah banyak ngomong tapi giginya bisa bikin ngakak seantero studio, dan masih ada beberapa yang lain dengan karakter-karakter yang lucu. Di film ini juga banyak lawakan yang menggunakan bahasa sunda, seakan cocok dengan para penonton, dan hal itu sukses memecah tawa.
Beberapa pemain juga berakting cukup keren. Lala Karmela yang berperan sebagai Meira, istri Ernest, berakting sangat manis. Dan Morgan membuktikan kalau dirinya adalah aktor yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dia dengan filosofi tokainya (?) berhasil merebut hati gue.
Banyak kejutan yang disuguhkan di film ini. Salah satunya kehadiran Sky dan Snow (kedua anak Ernest). Sky aktingnya lucu banget! Tengil-tengil menggemaskan (?) . Dan yang mengejutkan lainnya adalah adegan drama, nangis-nangisan, yang cukup membuat gue sesak nahan tangis. Aneh aja dari awal udah ketawa-ketawa sampai kaki ke mana-mana, eh tiba-tiba nangis. Tapi sumpah sih di situ akting Ernest keren banget!
Tapi dari kesemua pemain yang ada, gue paling memfavoritkan Koh Hengki. Kehadiran dia dengan lagu lawas Cina dan keyboard berstikerkan Meteor Garden sukses membuat gue ketawa ampe mata berair.
Keasikan nonton ini, sampai gue ga melihat ada kekurangan di film ini ._. Ga tahu ya, gue merasa semuanya pas aja. Soundtrack yang dinyanyikan oleh The Overtunes juga cocok buat film ini, sangat amat manis, sama kayak kisah cinta Ernest dan Meira. Yang ngeganjel di hati gue sampai sekarang adalah wignya Ernest sama Meira yang rasanya pengen gue jambak dan musnahin sekalian :((
Gue kasih 8,5/10 untuk film menyenangkan ini.
Review ini gue tutup dengan dua quote favorit gue. "Gue mending dihina daripada dilupain!" dan "Satu hari yang lo pinjem sekarang adalah satu hari yang lo sia-siain di masa depan."