S-Elektra
Pernah ga sih ketika kalian baca buku atau nonton film, kalian merasa kalau si tokoh di buku atau film itu elo banget, entah itu sifat atau jalan hidup si tokoh? Gue merasakan hal ini ketika dua tahun lalu gue baca buku ketiga dari serial Supernova karya Dee Lestari, Petir.
Gue baru sadar gue memiliki banyak kesamaan sama Elektra, tokoh utama di novel itu. Mari gue jabarkan satu-persatu (?):
1. Darah. Gue sama Elektra sama-sama memiliki darah berwarna merah *eh. Maksudnya kami berdua sama-sama memiliki darah Sunda. Gue Sunda murni, asli, tulen. Kalau Elektra Sundanya cuma setengah. Setengahnya lagi China.
2. Bakat. Tidur siang adalah bakat kami yang tidak bisa dibanggakan sebenarnya. Kami tidur siang setiap hari. Gue pribadi suka gelisah kalau ga tidur siang. Takut malamnya ngantuk dan ga bisa ngapa-ngapain. Apalagi pas musim ujian. Meskipun sebenarnya, sulit bagi gue untuk tidak tidur lebih dari jam 10, sekalipun gue udah tidur siang berjam-jam.
3. Nama panggilan untuk ayah. Kalau Elektra manggil ayahnya dengan sebutan Dedi (ya, bukan Daddy), nah kalau gue dulu manggil ayah dengan sebutan kakak. Huppp
4. Pekerjaan ayah. Gue dan Elektra adalah anak dari lelaki dengan pekerjaan tukang elektronik. Sama kayak Elektra, di rumah gue pun banyak banget barang elektronik bekas yang ga diambil sama pemiliknya, tapi terlalu sayang untuk dibuang -,,- Dua kulkas, satu setrika, dan satu televisi adalah barang bekas yang diutak-atik oleh si bokap hingga bisa dipakai kembali. Tapi yang ga bisa dipakai lagi dan cuma nyempit-nyempitin rumah jumlahnya jauh lebih banyak-,,- Selain itu, Bokap juga suka bikin eksperimen gitu. Dia suka bikin alat-alat aneh (?), kayak pemarut kelapa elektronik, dan jaring ikan elektronik. Bedanya sama bapaknya Elektra adalah bokap gue bisa benerin mesin motor dan mobil juga. Ada satu motor yang bahkan udah ga tega lagi gue panggil itu motor, tapi di tangan Bokap, itu motor melaju kencang, bisa narik beban berat. Ga ngerti lagi :(
5. Pemuja Internet. Elektra sampai sakit gara-gara nongkrong terus di warnet, lupa makan, lupa tidur. Gue juga. Sakit mata, lihat terus ke layar. Oh, Elektra ga bisa hidup tanpa teman-teman di milisnya. Gue juga merasa hampa kalau sehari aja ga buka twitter (?)
6. Jomblo. Perlu dideskripsikan tidak tentang kejombloan gue yang sudah 18 tahun ini? Ga perlulah ya. Wk. Tapi gue ga sedih. Elektra aja sampai jadi sarjana aja masih menjomblo. Kenapa gue yang masih kuliah ini harus sedih? (?)
7. Random. Jalan hidup kami sama-sama random. Siapa sangka seorang Elektra yang jago tidur siang dan cuma tahu caranya bikin telor ceplok sempet jadi calon asisten dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional? Terus jadi pengusaha warnet, dan akhirnya jadi tukang ngobatin orang pake listrik. Dan siapa yang mengira seorang Sinta yang jago ngeles dan ga bisa serius ini akhirnya kecemplung di dunia perkuliahan yang sangat amat serius? Hup.
Dan yah, gue berterimakasih pada Dewi Lestari yang sudah menciptakan Elektra. Elektra bikin gue tidak merasa sendiri. Selama ini, orang-orang bilang gue aneh. Alhamdulillah. Elektra ternyata lebih aneh dari Sinta .-.