Terlalu Cepat Tiga Puluh Hari
Juni. Kamu manusia paling mengejutkan abad ini. Semua yang kamu lakukan selalu mengejutkan. Terlalu mengejutkan.
Dulu kamu pergi begitu saja. Melewatkan acara pamitan. Tanpa sepatah salam perpisahan. Membuatku kalang kabut bertanya, ke mana kamu sebenarnya? Mengapa kamu pergi? Mengapa tidak kau izinkan aku melambaikan tangan mengantat kepergianmu?
Kamu jahat. Membuatku ketar-ketir setengah mati, mencari jawaban atas semua pertanyaan yang terus menerus memberondong batok kepalaku.
Butuh dua juni untukku akhirnya memutuskan berhenti bertanya, berhenti mencari. Dua juni yang membuatku sadar bahwa mungkin dengan berhenti bertanya, aku bisa menjawab semuanya.
Satu juni berikutnya aku baru bisa membuka hatiku untuk seseorang yang lain. Yang meyakinkanku bahwa sudah tidak ada lagi secuil kamu di hati ini.
Kemarin malam, kejutan itu hadir lagi. Tiba-tiba kamu muncul di hadapanku. Tersenyum dan menatapku. Dan aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku belum menyiapkan apa-apa. Aku belum siap kamu kembali. Aku tidak pernah bersiap-siap untuk ini. Aku pikir, kamu tidak akan pernah kembal lagi.
Hanya sebuah kata Hai yang mampu terucap. Setelah itu, aku tidak tahu lagi.
Yang aku tahu, aku senang kamu kembali. Teramat mengejutkan, tapi kau tahu pasti aku suka sesuatu yang tak direncanakan. Aku senang kau baik-baik saja. Aku senang bisa bertemu denganmu lagi. Aku senang. Senang sekali.
Secuil kamu memang sudah tak ada lagi di hatiku. Tapi sebesar kamu hidup begitu nyata dalam seorang aku. Kamu bagian dari diriku.
Terimakasih Juni, untuk hadiah yang terlalu cepat datang tiga puluh hari.