Filosofi Kopi
Gue terbiasa untuk menghadiahi diri sendiri ketika berhasil melakukan sesuatu. Kemarin, gue abis ujian SOCA yang pemberitahuannya sangat amat mendadak, H-2. Dan di dua hari sebelum SOCA itu gue malah pergi ke Bandung untuk ketemu idola gue. Bayarannya, gue harus melakukan hal yang sangat amat gue benci: begadang.
Tapi akhirnya gue bisa lulus ujian SOCA. Sebagai hadiah atas waktu tidur gue yang terenggut oleh begadang, gue sama temen gue memutuskan untuk nonton Filosofi Kopi. Butuh perjuangan untuk nonton film ini, karena Salma –temen gue- termasuk orang yang ga terlalu suka nonton film Indonesia. Gue harus membujuk dia habis-habisan hingga pada akhirnya dia mau nemenin gue nonton.
Kami kebagian nonton pukul 16.50. Sepuluh menit sebelum film mulai, kita berdua udah di dalam bioskop. Nontonin thriler dari film-film yang akan segera tayang. Lumayan, bisa jadi hadiah untuk ujian-ujian berikutnya.
Film dibuka dengan adegan Ben (Chico Jerikho), Jody (Rio Dewanto) dan entah siapa lagi (?) di kedai Filosofi Kopi tengah melayani para pembeli. Ben dengan gayanya yang urakan, tengil dan pastinya ganteng._. berfilosofi tentang kopi-kopi yang ia buat. Kopi tubruk yang sederhana, capuchino yang genit.
Banyak kejutan yang gue dapat di film ini. Secara gue udah beberapa kali baca cerpennya, bahkan gue hampir hapal di luar kepala, film ini justru dikemas sangat amat berbeda. Jalan ceritanya ditambahi bumbu-bumbu yang justru semakin membuat Filosofi Kopi semakin keren. Filosofi adalah paket lengkap menurut gue. Obsesi dan idealisme, masalah keluarga, cinta, persahabatan dan juga tentang hidup. Dibungkus dalam visual yang sangat mengagumkan. Dialognya juga keren.
Obsesi dan idealisme. Ben sangat-sangat terobsesi pada kopi. Dia punya idealisme tinggi terhadap kopi. Beberapa kali dia bilang “Gue ga pernah bercanda kalau masalah kopi.” Cool sih menurut gue. Karakter Ben diperankan dengan baik oleh Chico Jerikho. Ya ampun gue gemes banget sama dia. Tengil, nyebelin, ga pernah mau dengerin Jody. Tapi dia juga yang bikin gue beberapa kali ngelus dada supaya ga nangis. Apalagi ketika dia flashback masa kecilnya. Huhu.
Masalah keluarga. Di film ini menyoroti tentang ayah. Masalah Ben dengan ayahnya yang sangat amat ia benci setelah ibunya meninggal. Masalah Jody dengan ayahnya yang mewariskan hutang begitu banyak setelah kepergiannya. Masalah El (Julie Estell) dengan Papanya yang jarang pulang ke rumah. Sangat amat menyentuh.
Cinta. Cinta pada kopi? Sudah pasti. Tapi di film ini, ada cinta yang lain juga kok. Meskipun dikit. Tapi, pas sih.
Persahabatan antara Ben dan Jody ini bikin iri! Mereka selalu berdebat, tapi mereka saling menyayangi. Ben yang idealis dan Jody yang tahunya cuma uang bersatu padu menjadi sepasang sahabat yang serasi (?). Beberapa kali Ben dibikin sebel oleh Jody karena sifatnya yang pelit. “Paman Gober aja minder sama lo, Jod!” begitu kata Ben. Sebaliknya, Jody juga sering dibuat sebel sama Ben karena sifatnya yang nekat dan idealisme yang kelewat tinggi. Tapi gue juga terharu ketika Ben bilang "Kalau ada orang yang kenal gue, tahu semua kebusukan gue itu orangnya cuma elo." Uluhh
Dan di film ini, gue belajar tentang hidup dari keluarga Pak Seno dan kopi tiwusnya. Bahwa hidup ya memang begini adanya. Seperti kutipan favorit gue dari film ini, “Walaupun tak sempurna, hidup ini indah begini adanya.”
Sebagaimana kopi, film ini juga tidak sempurna. Ada beberapa hal yang menurut gue kurang. Yang paling kerasa banget sama gue sih adalah kurang menonjolnya Ben’s Perfecto. Ga tahu sih, tapi gue merasanya seperti itu.
Dua kali gue salah menebak. Gue pikir bapaknya Ben udah meninggal karena ada adegan beliau dipukulin. Terus juga ada adegan Ben yang ziarah ke makam seorang Bapak beragama kristen. Gue pikir ini film bikin blunder. Di adegan sebelumnya kan Ibunya Ben pamit ngaji, terus kenapa di kuburan Bapaknya ada salib? Gue sama temen gue sempet berpikir oh mungkin beda agama. Tahunya emang itu bukan Bapaknya Ben. Itu kuburan Papinya Jody-,,- *abaikan paragraf ini, karena isinya hanya kebodohan seorang Sinta*
Buat kalian yang ga suka kopi, atau ga ngerti kopi, jangan khawatir! Gue juga bukan orang yang suka dan ngerti kopi. Seumur hidup gue baru satu kali minum kopi. Itu pun langsung sakit -,,- Karena film ini bukan hanya diperuntukkan untuk para penikmat kopi. Tapi juga untuk semuanya yang ingin belajar menerima. Untuk semua yang ingin hidup. Untuk semua yang ingin belajar menerima ketidaksempurnaan hidup.
Jadi, temukanlah diri Anda di Filosofi Kopi.