HUJAN, Kita Dan Mimpi part 3

Minggu, 15 Mei 2011

HUJAN, Kita Dan Mimpi part 3


Kerikil kecil, yang mulai menyempil.

***

"hmmm,,,buku paket bahasa inggris sebelah mana ya?" tanya seorang laki-laki

Tanpa melihat siapa si empunya suara lembut itu dan sambil terus fokus pada novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu karya Tere-liye yang sudah tiga kali kubaca, aku menjawabnya "diatas, di rak yang paling pojok."

"dimana?" tanyanya lagi.

"Di sana, cari saja!" kataku yang masih fokus pada novelku

"Kalau ngomong, liat orangnya dong!" perkataanya membuatku sungguh kaget.

aku menutup novelku dan begitu terkejutnya aku saat dia sudah ada persis di depan wajahku "Rio?"

"hai! hehe, kita ketemu lagi ya! oh ya, kamu lagi apa disini?" tanya Rio

"Aku selalu kesini" jawabku yang kemudian membuka novelku lagi

"pantas aku tak pernah bertemu denganmu" katanya lalu menarik sebuah kursi dan duduk berhadapan denganku.

"Rembulan tenggelam diwajahmu, itu novel kan udah lama" celetuknya lagi

"tapi aku ga pernah bosen bacanya, udah tiga kali aku baca novel ini, tapi tetep seru!" kataku

"huh, aku dapet tugas bahasa inggris nih! yaampun, mana aku kurang menguasai pelajarannya" keluhnya.

"kerjakan saja, jangan hanya mengeluh." ujarku sambil sedikit meliriknya.

Terlihat dia mulai mengerjakan tugasnya, kadang dia menghapus kembali tulisannya, dan menulis kembali. Ulet banget. Sama seperti saat dia tak menyerah memasukkan bola ke ring.

Entah kenapa, aku terus saja menatapnya, hingga celetukannya kembali menghentikan tatapanku. "selesai juga! hyuhh! cape" katanya sambil menghapus keringat di keningnya.

Aku pun kembali fokus pada novelku

"makasih ya! udah mau nyemangatin aku!" celetuknya lagi lalu memegang pundakku. "aku ke kelas ya!" dia pun pergi meninggalkanku bersama deretan rak dan tumpukan buku di pojok perpustakaan, tempat favoritku. Dimana aku merasa tenang, di temani sumber ilmu di rak-rak yang berjejer.

Sambil menatapi rangkaian kata-kata di novel, aku memikirkan kata-katanya. Dia bilang aku telah menyemangatinya. Sungguh, kata itu membuatku merasa berguna untuk yang pertama kalinya setelah sekian lama aku merasa bahawa hidupku tidak ada gunanya. Dan dialah orang pertama yang mengatakan itu.

Hujan, dia menemukanku
bukan tengah bersamamu
tapi sendiri, di pojok duniaku
*

Langit terlihat gelap, matahari sudah sembunyi, dan nampaknya kamu sudah ancang-ancantg untuk menerpa bumi. Aku senang, kau mau menemaniku menunggu bis.

Tapi, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapanku, kacanya mulai terbuka, terlihat Mang Ujang, supirku. Ah, hari ini aku dijemput.

"ayo non, pulang!" ajaknya

"ga mau mang, aku mau naik bis" jawabku

"ayolah non, ntar hujan"

Huh, dia memelas, aku kan tidak bisa melihat orang memelas. Dengan berat aku masuk ke mobil

"udah aku bilang kan, aku tga mau di jemput" gerutuku

"maaf non, tadinya mang ujang ga akan jemput, tapi tadi nyonya telpon, nyuruh mamang jemput non." jelas mang ujang

Sebenarnya aku sedikit senang, karena kedatangan mang ujang disuruh mama. Tapi tetap saja, aku ingin mama sendiri yang datang menjemput

Ku lihat ke luar, rintikanmu mengetuk jendela mobil. Aku tahu kamu mau mengajakku bermain, tapi maafkan aku, hari ini bermainnya libur dulu ya! besok aku janji, kita main lagi.
*

Hingga saat ini aku masih terus melanjutkan kisahku dengan rasa yang selalu hinggap ketika aku masuk ke rumah. Rumah yang menurutku adalah tempat yang menamparku bahwa aku memang seorang itik buruk rupa. Entah kapan semua kepahitanku bermulai. Dulu aku baik-baik saja. Aku sama seperti anak-anak lain. ceria, riang, punya banyak teman. Dan entah karena shir apa aku berubah menjadi seperti ini. Aku menjadi remaja yang pendiam. penyendiri dan tak punya teman. Ingin aku kembali menjadi anak-anak lagi. Tapi apa kau bisa mewujudkannya? aku yakin tidak. Tapi entah karena apa, tuhan mengirimkanku seorang pangeran yang dapat sejenak membuatku merasa aku tak sendiri. Tapi sejenak saja, setelah kami berpisah, rasa itu mulai menyergapku. Rasa yang ingin ku usir dari hidupku.
*

"Kamu bohong kan sama aku?" Tanya seseorang yang membuatku sangat terkejut dan spontan langsung mentup novel yang tengah kubaca.

"Maksud kamu apa?" Tanyaku heran

"Nama kamu bukan Ify kan? tapi Alyssa Saufika Umari, iya kan?" tanya Rio dengan tatapan yang begitu tajam.

"namaku memang Alyssa, tapi..." jawabku gelagapan

"jadi kamu emang beneran bohong sama aku? Aku ga nyangka dalam hal kecil seperti ini aja kamu berani bohong, apalagi hal lain yang lebih besar" celotehnya keras dan tidak memperdulikan tempat yang kami diami yaitu perpustakaan.

"aku bisa jelasin semuanya..."

"Aku nyesel pernah percaya sama kamu, aku kira kamu orang yang jujur, ternyata aku salah besar!" Katanya lagi dengan raut muka yang marah.

"Namaku memang Alyssa Saufika Umari, di sekolah orang tau aku Alyssa. Tapi di rumah aku di panggil Ify, hanya orang yang bagiku penting sja yang memanggilku Ify. Dan kamu tau kenapa ak bilang kepadamu bahwa namaku Ify? karena aku mau, kamu menjadi orang penting di hidupku. Makasih karena pernah mempercayai dan menjadi penting bagiki, walau hanya sebentar" Dengan butiran bening yang mengalir di pipiku aku menakhiri kalimat-kalimat yang terlontar begitu saja dari bibirku.

Aku pergi meninggalkannya, di pojok perpustakaan tempat kami melakukan adegan yang menurutku paling bodoh. Aku sempat meliriknya, terlihat dia duduk di kursi 6yang sering ku duduki. Aku tak dapat melihat raut wajahnya, karena dia menundukkan kepalanya.
*

Kini, aku melanjutkan tangisku. Tangis yang menyadarkanku bahwa aku adalah seorang yang tak pantas mempunyai teman sepertinya. Memang, ah bodohnya aku. Kenapa pula aku bisa akan hal itu? huh, memalukan. Ya ampun, kenapa jadi begini? rasanya sakit banget, sepertinya dia memang membenciku, sampai-sampai dia telah menghancurkan sebutir kebahagiaan yang susah payah ku petik. Tidak. Dasar ya, kenapa aku malah menyalahkanya? aku saja yang bodoh, aku terlalu berharap agar dia selalu bersamaku.

Sekarang, mau apa lagi kau? Sial, kau malah berjingkrak-jingkrak. Kamu tau? Aku sedih hujan. Ayo, sekarang hibur aku! buat aku tersenyum! ayo! Ah, kau bodoh. Masak menciptakan senyum di bibirku saja tak bisa, Dasar payah! Oke, sekarang aku menerkammu dan berharap kamu bisa menggambar senyum itu. Ah, kau payah sekali, aku sudah basah kuyup begini, kamu masih saja belum mampu.

"Non. ayo pulang! kok malah hujan-hujanan?" Suara seseorang yang membuyarkan imajinasiku bersamamu. Untung saja mang ujan datang, kalau tidak, sudah ku bunuh kau beserta seluruh prajuritmu. Hari ini kau selamat, tapi tunggu saja nanti.

Aku masuk ke mobil dengan badan basah kuyup karena seranganmu. "Kita ke halte dulu ya mang!" ucapku

"baik non." mang ujang menancap gas mobil menuju halte.

Hujan, dia marah
dia tak percaya
memang seharusnya seperti itu
semuanya pantas.

0 Komentar :

Posting Komentar

Komentari