Maha Membolak-balikkan

Minggu, 26 Oktober 2014

Maha Membolak-balikkan




Hari ini saya tahu betapa Tuhan maha segala-galanya, termasuk maha membolak-balikan perasaan seseorang. Tadi pagi saya bangun dengan bahagia. Pukul delapan, bahagia itu masih ada. Saya masih bisa tertawa bersama teman-teman dan adik-adik murid saya. Bermain perahu di danau kampus.

Siangnya, bahagia itu masih terasa. Meskipun entah mengapa hati kecil saya menyuruh saya untuk pulang. Dan memang dua minggu terakhir, saya selalu ingin pulang. Tapi siang itu saya melawan hati saya untuk tetap tinggal.


Akhirnya saya menyalakan laptop untuk mengalihkan perhatian. Saya mencoba menulis. Melanjutkan tulisan saya yang sempat beberapa waktu terhenti. Saya terus menulis hingga akhirnya saya sampai pada bab di mana saya menyesal pernah menuliskannya. Sungguh!

Kira-kira satu jam yang lalu, saya ditelepon oleh Ayah saya. Tidak seperti biasanya, suara ayah terdengar bergetar dan seperti menahan sesuatu. Dia bilang agar saya segera bersiap-siap karena sebentar lagi saya akan dijemput untuk pulang. Saya bertanya kenapa saya harus pulang? Ayah tidak mau menjawab. Saya terus bertanya. Dan akhirnya dia mengatakan sesuatu yang tidak pernah ingin saya dengar. Sesuatu yang sama persis dengan apa yang saya tulis sore tadi.

Nenek meninggal. Dan seketika cakrawala saya runtuh. Tidak tersisa sedikit pun bahagia yang tercipta tadi pagi.

Beberapa menit kemudian, saya teringat akan apa yang saya tulis. Dan saya menyesal. Benar-benar menyesal. Mengapa saya harus menulis tulisan bodoh macam itu? Mengapa saya tidak pernah belajar dari hal-hal terdahulu? Bahwa kebanyakan yang saya tulis selalu terjadi pada diri saya sendiri.

Saya pun menyesali kenapa tidak saya ikuti suara hati saya? Mengapa saya egois dan memilih membusuk di kamar kost sempit ini?

Nek, maafin Ayi ga ada di samping nenek pas nenek mau pergi. Maafin Ayi suka nakal. Maafin Ayi yang suka sebel kalau diomelin nenek. Maafin Ayi yang suka ganggu tidurnya nenek sama ketawanya Ayi. Sekarang, nenek bisa tidur nyenyak. Ga keganggu lagi sama berisiknya Ayi. Maafin Ayi yang suka ngerepotin dari bayi ampe segede ini. Ayi sayang sama nenek.

Dan sekarang, seraya menunggu jemputan, saya hanya bisa menangis seraya menuliskan penyesalan ini. Karena saya tidak tahu harus melakukan apa untuk membunuh kesedihan mendalam ini. Yang jelas malam ini saya tahu bahwa Tuhan Maha membolak-balikan -suasana- hati seseorang.